Ada seorang jamaah yang sejak awal masjid di depan rumahnya masih
berbentuk tanah, rajin berderma ke masjid ini.
Dulu, ketika di awal diajak rapat tentang wakaf masjid, beliau hadir.
Semua yang hadir, baik yang diangkat menjadi pengurus, maupun yang tidak, menyatakan siap membantu. Rata-rata langsung membubuhkan nama dan angka sedekah di awal. Orang ini, malah ga mau diangkat menjadi pengurus. Tentu saja dengan jawaban yang halus. Juga tidak menyatakan secara eksplisit akan membantu. “Insya Allah”.
Hanya itu jawabannya dulu.
Semua yang hadir, baik yang diangkat menjadi pengurus, maupun yang tidak, menyatakan siap membantu. Rata-rata langsung membubuhkan nama dan angka sedekah di awal. Orang ini, malah ga mau diangkat menjadi pengurus. Tentu saja dengan jawaban yang halus. Juga tidak menyatakan secara eksplisit akan membantu. “Insya Allah”.
Hanya itu jawabannya dulu.
Tidak ada yang tahu kalau keesokan harinya, ada dana 10 juta yang tiba-tiba langsung mampir ke meja pengurus. Dan itu di saat belum ada satupun yang menulis komitmen sedekah, sedekah.
Duit itu masih ada catatannya: Bila pembangunan sudah dimulai, seluruh kebutuhan semen dan pasirnya, dari dia.
Sayang, tidak ada nama. Hanya tertulis, “Hamba Allah”.
Tidak ada yang tahu bahwa Hamba Allah ini adalah orang tersebut.
Hingga kemudian pembangunan dimulai. Dan orang ini membuktikan janjinya. Tapi tetap kiriman-kiriman semen dan pasir hanya bertanda “Hamba Allah”. Jamaah tidak juga melacak ke toko material asal ini barang. Biarlah juga menjadi kerahasiaan.
Ada juga keanehan. Saban Jum’at ke-empat, si Hamba Allah ini selalu muncul dalam pengumuman sebelum Jum’atan, sebelum khotib dan imam naik mimbar; Ada sedekah dari Hamba Allah.
Pengurus mengenalinya, sebab jenis amplop dan gaya tulisan hamba Allah nya, selalu sama. Tulisan tangan dari satu orang.
Tapi benarkah ga ada yang tahu?
O-o, rupanya ada. Yaitu si muwaqqif sendiri. Si pewakaf. Si pewakaf (orang yang menyedekahkan tanahnya untuk diwakafkan untuk dijadikan masjid) rupanya kawan dari si “Hamba Allah” ini. Kawan sedari kecil, hingga kemudian kampungnya menjelma menjadi komplek.
Sebidang tanah di depan rumahnya Hamba Allah ini adalah warisan orang tua si muwaqqif ini yang kemudian ia wakafkan untuk masjid. Sang pewakaf kemudian didaulat jadi Ketua DKM, hingga akhirnya meninggal dunia.
Semasa hidupnya, Muwaqqif, atau pewakaf ini, mengenali tulisan “Hamba Allah” itu sebagai tulisan kawan kecilnya yang tinggal di seberang masjid tersebut.
Pernah ia mengkonfirmasi apakah benar uang 10 juta itu dari dia, Hamba Allah ini malah menjawab, “Barangkali ada orang di kampung kita yang lagi ada rizki dan derma nya ga mau diketahui orang lain…”.
Itulah mengapa dengan kearifannya, mendiang almarhum Ketua DKM ini mengatakan kepada anaknya yang kelak menggantikan: "Ada orang-orang yang sangat berkenan menjaga kesucian amal. Orang-orang ini selalu tersembunyi. Orang hanya bisa mengenali dari tanda-tanda kebaikannya yang muncul dari kebaikannya. Nanti Kamu suatu saat akan mengenali orang-orang ini…"
Tapi ya itu, ga semua orang bisa bersikap arif dan “memahami” seperti almarhum ketua DKM ini.
Beberapa waktu setelah almarhum meninggal dunia, anaknya yang kemudian menggantikan posisinya beliau, mendatangi “Hamba Allah” ini. Mereka semuanya ini tidak tahu bahwa sesungguhnya “Hamba Allah” itu adalah orang yang saat ini mereka datangi.
Sayang, mereka datang sudah dengan su-duzdzan duluan. Kata-kata yang sebenernya bukan kata-kata kasar, melainkan nasihat, akhirnya terdengar seperti kata-kata kasar. Akhirnya si Hamba Allah ini bangkit, dan menjawab dengan nada sewot… “Eh, denger ya…!!! Saya selama ini beramal tidak untuk diketahui oleh orang banyak. Buat apa saya beramal sambil bilang-bilang ke orang-orang2… Buat apa…???!!! Saya beramal hanya untuk Allah…!!! Hanya untuk DIA semata. Eh anak muda, denger ya. Kamu ini baru jadi Ketua DKM 3 minggu saja sudah belagu. Kenapa Kamu ga kayak abah Kamu dulu? Datang baik-baik, dan saya pun kan bisa menerimanya baik2?! Masya Allah… Kalian ini ya, engga ada sopan santunnya jadi manusia, padahal kalian adalah pengurus masjid. Perlu kalian ketahui, dulu, di awal masjid ini dibangun, siapa coba yang mendanai 10jt di awal? Dulu loh. Waktu itu dolar masih 2000-an. 10jt itu dulu sama dengan 50-100jt nya sekarang. Tiang-tiang, jendela-jendela, keramik2… Siapa coba yang ngirim? Pikir sendiri. Apa iya, material mau ngirim tanpa ada yang bayar? Perhelatan demi perhelatan hari besar Islam, suka ada yang ngirim minuman dan snack, serta dana di malam harinya, siapa coba? Maaf ya. Saya jadi ngebacaain amal. Tidak lain supaya kalian selamat dari buruk sangka…”.
subhanallah mari kita semua berdoa kepada allah agar kita semua dijauhkan oleh allah dari dari sifat hati yang tidak baik....
"ya allah ya rab..., mohon lembutkan hati kami, peka kan hati kami dan sabarkan diri-diri kami dalam menghadapi semua kejadian-kejadian-Mu ya allah, jauhkan kami dari sifat suudzon orang-orang kepada kami dan kami kepada orang-orang ya allah..., sesungguhnya yang kami inginkan hanyalah keridhoan-Mu ya allah, tuhan semesta alam, maka dari itu kami mohon kepada Engkau ya allah, pintu maaf yang sebesar-besarnya untuk kami ya allah, amin ya robbal alamin..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar